Ketimpangan Hukum Kasus Asusila Anak: Publik Galang Perjuangan Tanpa Henti dengan Semangat Haram Manyarah, Waja Sampai Kaputing

oplus_2

oplus_2

Jelajah Kalimantan News, Banjarbaru  – Gelombang kritik tajam melanda institusi kepolisian Kalimantan Selatan atas dugaan perlindungan terhadap seorang pengusaha tambang ilegal berinisial S, yang terlibat dalam kasus asusila terhadap anak di bawah umur. Publik mendesak penegakan hukum yang adil dan transparan, sembari mengecam lambannya proses penyelesaian kasus ini dengan tagline Ketimpangan Hukum Kasus Asusila Anak: Publik Galang Perjuangan Tanpa Henti dengan Semangat Haram Manyarah, Waja Sampai Kaputing, kata mereka serempak.

Pengamat hukum Kalsel, Budi Khairannoor, SH, menegaskan bahwa alasan menjaga harkat dan martabat pelaku tidak dapat dijadikan dasar untuk menghentikan proses hukum. “Undang-Undang Perlindungan Anak jelas menyatakan bahwa perdamaian tidak menghapus kewajiban pidana. Kasus ini mencederai rasa keadilan masyarakat,” katanya dalam sebuah forum terbuka.

Lebih lanjut, Budi menduga adanya pelanggaran etika oleh oknum kepolisian yang melindungi pelaku. Ia meminta Kapolda Kalsel segera mengambil tindakan tegas guna memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum.

Gelombang protes terus mengalir dari berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, aktivis sosial, dan tokoh hukum. Advokat senior Banjarbaru, Badrul Ain Sanusi Al Afif, SH, MH, menegaskan bahwa kasus ini tidak hanya melukai moral masyarakat, tetapi juga menimbulkan keresahan sosial. “Jika aparat tidak bertindak, kami siap membawa kasus ini ke tingkat nasional, termasuk Komisi III DPR RI dan Kompolnas,” ujarnya dengan tegas.

Sebagai respons, Koalisi Aktivis Banua mengadakan pertemuan strategis pada Jumat, 7 Februari 2025, di Banjarbaru, melibatkan berbagai elemen masyarakat, pakar hukum, dan aktivis peduli anak. Ketua LSM Sekutu, Aliansyah, turut menyoroti penghentian kasus ini sebagai langkah yang mencederai keadilan. “Tidak ada ruang untuk perdamaian dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ini menyangkut masa depan korban dan integritas hukum kita,” katanya.

Aliansyah juga membeberkan bahwa pelaku menjalankan aktivitas tambang tanpa izin resmi. “Berdasarkan investigasi, pengusaha itu bahkan tidak memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan),” ujarnya.

Maya, seorang mahasiswi yang hadir dalam forum tersebut, mendukung penuh desakan agar kasus ini dilanjutkan. “Jangan sampai perdamaian menjadi alasan penghentian hukum. Ini demi masa depan anak bangsa,” ungkapnya.

Publik menegaskan bahwa penanganan kasus ini harus menjadi momentum reformasi bagi penegakan hukum di Kalimantan Selatan. Jika tuntutan mereka diabaikan, para aktivis berencana mengadukan kasus ini ke Mabes Polri, Komisi III DPR RI, dan Komnas HAM.

“Kami tidak akan tinggal diam. Keadilan untuk korban harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tegas Badrul Ain Sanusi Al Afif, SH, MH. Dukungan juga datang dari aktivis lintas generasi seperti Udin Palui, Mardian Djafar, dan M Hafidz Halim, yang bergabung dalam gerakan untuk memastikan kasus ini tidak tenggelam oleh kompromi yang mencederai hukum.

Kini, perhatian masyarakat tertuju institusi kepolisian untuk membuktikan komitmen institusinya terhadap penegakan hukum yang jujur, transparan, dan berkeadilan. (Nd_234)

 

You cannot copy content of this page